Kamis, 12 Januari 2012

ANALISIS MORFOLOGI


MAKALAH

PROSES MORFOLOGI
(Analisi isi buku “Morfologi dalam Ilmu Bahasa” Karya I. Praptomo Baryadi)






  
                                                                                                                    


Oleh:
MUH. JAELANI AL-PANSORI
NIM  S841108044




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
PROGRAM PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS) SURAKARTA
2011





PROSES MORFOLOGI
(Analisi isi buku “Morfologi dalam Ilmu Bahasa” Karya I. Praptomo Baryadi)

Oleh:
Muh. Jaelani Al-Pansori
PBI PASCASARJANA UNS

A.    PENDAHULUAN
Sebuah karya tulis berupa buku merupakan hasil kreasi seorang yang sangat berharga bagi pembaca. Apalagi isi buku tersebut bersifat keilmuan yang diperlukan banyak orang. Buku “Morfologi dalam Ilmu Bahasa” karya I. Praptomo Baryadi merupakan sebuah karya yang diperuntukkan bagi para dosen dan mahasiswa sebagai pegangan dalam menempuh kuliah morfologi. buku ini membahas secara terperinci aspek-aspek yang terkait dengan kajian morfologi.
Buku tersebut menjelaskan pandangan beliau tentang morfologi dalam bahasa, khususnya bahasa Indnesia. Hal inilah yang menjadi pembahasan dalam makalah ini, yakni melihat, memaparkan, dan menganalisis pandangan-pandangan beliau tentang morfologi, khususnya proses morfologi. Analisis tersebut dikuatkan dan dikomparasikan dengan berbagai pendapat para linguis, sehingga penulis dalam makalah ini dapat mendeskripsikan generalisasi dari pendapat-pendapat tersebut.


B.     IKHTISAR BUKU
Buku tersebut mnenjelaskan berbagai hal yang perlu di perhatikan dalam memperlajari morfologi, khususnya dalam melakukan kajian terhadap proses morfologis kata-kata dalam bahasa Indonesia.
1.      Hakikat Morfologi
Morfologi diartikan sebagai salah satu cabang linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji morfem dan kata. Belajar morfologi pada dasarnya belajar untuk mengetahui proses terbentuknya kata secara gramatikal. Proses terbentuknya kata-kata sering disebut dengan Morfofonologi, Morfofonemik.
Pengertian tentang morfologi tersebut mendeskripsikan bahwa yang menjadi kajian morfologi adalah morfem dan kata. Tujuan kajian terhadap morfem dan kata adalah terumuskannya sistem pembentukan kata dalam suatu bahasa. Rumusaan sistem pembentukan kata suatu bahasa bermanfaat sebagai bahan penyusunan tata bahasa dan kamus. Dengan demikian, hasil kajian morfologi ini akan bermanfaat bagi semua kalangan, khususnya pencinta, pelajar, peminat, peneliti suatu bahasa.
2.      Morfem
Morfem merupakan satuan kebahasan yang mengandung arti yang terkecil. Pengertian tersebut mendeskripsikan adanya satuan kebahasaan yang mengandung arti (satuan gramatikal) dan satuan kebahasaan yang tidak mengandung arti (satuan fonologis). Satuan kebahasaan yang mengandung arti adalah wacana, paragraf, kalimat, frasa, kata, dan morfem, sedangkan satuan kebahasaan yang belum mengandung arti adalah silabel, fonem, dan fona.  Dapat dikatakan bahwa morfem merupakan unsur langsung pembentuk kata. Morfem ber- dan pikir, misalnya berada di dalam kata berpikir.
Morfem sebenarnya merupakan hal yang abstrak. Morfem adalah hasil abstraksi dari ahli bahasa. Realisasi dari morfem adalah alomorf. Kebanyakan morfem memiliki alomorf yang sama dengan bentuk morfemnya. Misalnya alomorf dan morfem juang adalah juang pada kata berjuang, perjuangan, dan memperjuangkan. Selain itu, ada morfem yang bentuk alomorfnya berbeda dengan bentuk morfemnya. Sebagai contoh morfem me(N)- memiliki alomorf me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan meng-. Simbol N dalam me(N)- terwujud menjadi bunyi sengau dengan berbagai variasi.
Contoh pada morfem me- dengan berbagai alomorf:
·         me-         +     luas               :    meluas
·         mem-      +     bela               :    membela
·         men-       +     duga             :    menduga
·         meny-     +     sapu              :    menyapu
·         meng-     +     gambar          :    menggambar
·         menge-   +     pel                 :    mengepel

Masing-masing benutuk alomorf disebut morf. Alomorf me(N) terdiri dari enam morf (me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge-).
Morfem dapat dibedakan menjadi morfem bebas (free morpheme) dan morfem terikat (bound morfheme). Morfem bebas adalah morfem yang tanpa harus bergabung dengan morfem lain dapat langsung digunakan dalam frasa atau kalimat, sedangkan, morfem terikat adalah morfem yang apabila tidak bergabung dengan morfem lain lebih dulu tidak dapat digunakan dalam frasa atau kalimat.


3.      Kata
Ada tiga sudut pandang dalam mendefinisikan kata. Pertama, secara gramatikal, kata merupakan satuan gramatikal yang terdiri dari satu morfem atau lebih yang menjadi unsur langsung pembentuk frasa atau kalimat. Kedua, secara bahasa lisan, kata merupakan deretan bunyi atau fonem yang mengandung arti yang diucapkan dalam satu kecapan. Ketiga, secara bahasa tulis, kata adalah deretan huruf yang mengandung arti yang penulisnya dalam kalimat dibatasi spasi.
Menurut bentuknya kata dibedakan menjadi kata asal dan kata jadian. Kata asal merupakan kata yang menjadi asal pembentukan kata jadian, sedangkan kata jadian merupakan hasil penggabungan dua morfem atau lebih.
4.      Proses Morfologis
Proses morfologis adalah proses pengubahan bentuk dasar menjadi kata jadian. Ada empat komponen yang terlibat dalam proses morfologis, yaitu masukan (input), proses (process), hasil atau keluaran (output), dampak (outcome. Keempat komponen tersebut, yang dibahas dalam morfologi adalah masukan, proses, dan hasil, sedangkan komponen dampak dibahas dalam bidang sintaksis.
Secara umum dalam berbagai bahasa, ada tujuh proses morfologis, yaitu pengimbuhan, pengulangan, pemajmukan, modifikasi internal, suplesi, modifikasi kosong, dan pemendekan.
Proses morfologis dalam bahasa Indonesia meliputi, pengimbuhan atau afiksasi (affixantion), pengulangan atau reduplikasi (reduplication), pemajmukan atau komposisi (composition), dan pemendekan atau abreviasi (abreviation). Adapun hasil proses morfologis adalah kata jadian yang meliputi kata berimbuhan atau kata berafiks yang merupakan hasil pengimbuhan, kata ulang yang merupakan hasil pengulangan, kata majmuk atau kompositum yang merupakan hasil pemajmukan, dan kependekan yang merupakan hasil pemendekan.


C.    PEMBAHASAN
Pembahasan dalam buku Baryadi mendeskripsikan tentang hakikat morfologi dan hal-hal yang berpengaruh dalam proses morfologi khususnya morfologi bahasa Indonesia. Proses morfologi tersebut menyebabkan terbentuknya kelas kata baru yang memiliki makna lebih identik pada terbentuknya makna baru.
Morfologi diartikan sebagai salah satu cabang linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji morfem dan kata (Baryadi, 2011: 1). Definisi ini menitik beratkan pada objek kajian morfologi, yakni morfem sebagai objek terkecil dan kata sebagai objek kajian terbesar. Kedua objek tersebut sebagai proses pembentukan kata secara gramatikal. Sebagaimana penjelasan Verhaar (2010:97) bahwa morfologi mengidentifikasikan satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal.
Satuan-satuan gramatikal tersebut terbetuk melalui proses yang disebut dengan proses morfologi. Baryadi mendefinisikan bahwa proses morfologi merupakan proses pengubahan bentuk dasar menjadi kata jadian. Hal ini mengidentifikasi adanaya kata baru akbat proses morfologi.
Proses morfologis meliputi (1) afiksasi, (2) reduplikasi, (3) perubahan intern, (4) suplisi,dan (3) modifikasi kosong (Samsuri, 190—193). Namun, di dalam bahasa Indonesia yang bersifat aglutinasi ini tidak ditemukan data proses morfologis yang berupa perubahan intern, suplisi, dan modifikasi kosong. Jadi, proses morfologis dalam bahasa Indonesia hanya melalui afiksasi dan reduplikasi.
Pendapat Samsuri tersebut dijabarkan oleh Baryadi  bahwa dalam berbagai bahasa, ada tujuh proses morfologis, yaitu pengimbuhan, pengulangan, pemajmukan, modifikasi internal, suplesi, modifikasi kosong, dan pemendekan.
Afiksasi menurut Samsuri (1994: 190), adalah penggabungan akar kata atau pokok dengan afiks. Afiks ada tiga macam, yaitu awalan, sisipan, dan akhiran. Karena letaknya yang selalu di depan bentuk dasar, sebuah afiks disebut awalan atau prefiks. Afiks disebut sisipan (infiks) karena letaknya di dalam kata, sedangkan akhiran (sufiks) terletak di akhir kata. Dalam bahasa Indonesia, dengan bantuan afiks kita akan mengetahui kategori kata, diatesis aktif atau pasif, tetapi tidak diketahui bentuk tunggal atau jamak dan waktu kini serta lampau seperti yang terdapat dalam bahasa Inggris.
Pendapat Chaer lebih menekankan pada proses afiksasi. Proses afiksasi adalah peroses pembubuhan afiks pada bentuk dasar, baik dalam membentuk verba turunan, nomina turunan, maupun katagori turunan lainnya. Pembubuhan afiks pada dasarnya sebuah proses untuk membentuk katagori kata baru, yakni verba, nomina dan katogori kata lainnya. Sebagai contoh kata dasar adil yang berkatagori  kata keadaan menjadi kata benda keadilan.
Proses afiksasi tersebut merupakan dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah “pengimbuhan”. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Baryadi (2011:40) Pengimbuhan merupakan pembentukan kata jadian dengan cara melekatakan imbuhan pada bentuk dasar. Proses pengimbuhan itu sendiri melibatkan berbagai jenis imbuhan dalam bahasa Indonesia yakni awalan atau prefiks, sisipan atau infiks, akhiran atau sufiks, konfiks, gabungan imbuhan, partikel, klitik, awalan serpaan bahasa asing , dan akhiran serapan dari bahasa asing. Hasil dari proses pengimbuhan tersebut adalah kata berimbuhan. Misalanya, me- + tonjol : menonjol, -em- + getar : gemetar, -kan + lupa: lupakan, per- + hati : perhatikan, dan banyak juga yang lainnya.
Semua pendapat tersebut memilki tujuan yang sama dalam memaparkan pengertian afiksasi, walupun dalam buku Baryadi mengistilahkan afiksasi dengan pegimbuhan. Istilah tersebut dalam bukunya memaparkan secara lebih terperincin tentang afiksasi atau pengimbuhan tersebut.
Proses afiksasi yang terjadi dalam sebuah kata dasar menimbulkan bentuk kata-kata baru baik jenis maupun maknanya. Baryadi memberikan definisi kata dari 3 perspektif. Pertama, kata dilihat dari posisinya dalam satuan gramatikal merupakan satuan gramatikal ang terdiri dari satu morfem atau lebih yang menjadi unsur langsung pembentuk frasa atau kalimat. Kedua, dari prspektif bahasa lisan, kata merupakan deretan bunyi atau fonem yang mengandung arti yang diucapkan dalam satu kecapan. Tiga, dari perspektif bahasa tulis, kata adalah deretan huruf yang mengandung arti yang penulisannya dalam kalimat dibatasi oleh spasi.
Pandangan Baryadi sangat rinci karena ia bisa memberikan pengertian kata secara lebih intensif. Lebih jauh Lyon (1995: 195) mendefinisikan kata dari segi semantis bahwa persatuan makna tertentu dengan susunan bunyi tertentu dan dapat dipakai menurut tata bahasa dengan cara tertentu. Defenisi Lyon ini membuat perlunya  kondisi agar kata secara serentak merupakan satuan semantis, fonologis, dan gramatikal. Berbeda dengan pandangan para tata bahasawan tradisional (Chaer, 2003: 162) kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi dan mempunyai satu arti.
Pandangan-pandanga para linguis tentang pengertian kata di atas, telah disimpulkan oleh Baryadi dalam bukunya dengan mendefinisikan kata dari tiga perspektif. Hal ini memberikan satu simpulan bahwa buku tersebut sangat layak digunakan terutama bagi para pemula dalam mempelejari berbagai aspek dalam mengkaji linguistik. Dengan demikian kata merupakan satuan gramtikal terkecil dari sebuah kalimat yang mengisi struktur yang membangun kalimat efektif yakni yang mengisi katagori sintaksis baik sebagai sabjek, predikat, objek, maupun keterangan.

D.    SIMPULAN  
Sebuah karya kreatif dari seseorang merupakan hal yang harus dihargai diantara kita. Karya tersebut dapat berbentuk buku seperti halnya yang penulis analisis dari karya Baryadi seorang linguis yang memiliki pengetahuan yang sangat luas dalam bidang linguistik. Tentunya setiap tulisan atau karya pasti memiliki berbagai kekeliruan dan kelebihan dari berbagai aspek. Hal inilah yang harus dicermati secara kritis dalam membaca dan memahami karya-karya tersebut.
Hasil analisis penulis terhadap buku karya Baryadi ini adalah Baryadi dalam bukunya sangat rinci dan menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh pembaca dalam menjelaskan berbagai hakikat dari aspek-aspek linguistik. Hal ini terlihat dari berbagai pandangan para linguis lain tentang aspek-aspek linguistik yang selalu memberikan makna yang abstrak. Baryadi mampu menjelaskan keabstrakan penjelasan para linguis lain dengan bahasa yang sangat sederhana dan lugas.


DAFTAR PUSTAKA
Abdul Chaer. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
I. Praptomo Baryadi. 2011. Morfologi dalam Bahasa Indonesi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Lyon, Jhon. 1995. Pengantar Teori Linguistik. Diterjemahkan oleh I. Soetikno. Jakarta: Gramedia.
Samsuri. 1994. Analisis Morfologi. Malang:
Verhaar. 2010. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press




Tidak ada komentar: