MAKALAH
PROSES
MORFOLOGI
(Analisi
isi buku “Morfologi dalam Ilmu Bahasa” Karya I. Praptomo Baryadi)
Oleh:
MUH.
JAELANI AL-PANSORI
NIM S841108044
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
PROGRAM
PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET (UNS) SURAKARTA
2011
PROSES
MORFOLOGI
(Analisi
isi buku “Morfologi dalam Ilmu Bahasa” Karya I. Praptomo Baryadi)
Oleh:
Muh.
Jaelani Al-Pansori
PBI PASCASARJANA UNS
A.
PENDAHULUAN
Sebuah karya tulis berupa buku merupakan
hasil kreasi seorang yang sangat berharga bagi pembaca. Apalagi isi buku
tersebut bersifat keilmuan yang diperlukan banyak orang. Buku
“Morfologi dalam Ilmu Bahasa” karya I. Praptomo Baryadi merupakan sebuah karya
yang diperuntukkan bagi para dosen dan mahasiswa sebagai pegangan dalam
menempuh kuliah morfologi. buku ini membahas secara terperinci aspek-aspek yang
terkait dengan kajian morfologi.
Buku tersebut menjelaskan pandangan
beliau tentang morfologi dalam bahasa, khususnya bahasa Indnesia. Hal inilah
yang menjadi pembahasan dalam makalah ini, yakni melihat, memaparkan, dan
menganalisis pandangan-pandangan beliau tentang
morfologi, khususnya proses morfologi. Analisis tersebut dikuatkan dan
dikomparasikan dengan berbagai pendapat para linguis, sehingga penulis dalam
makalah ini dapat mendeskripsikan generalisasi dari pendapat-pendapat tersebut.
B.
IKHTISAR
BUKU
Buku tersebut
mnenjelaskan berbagai hal yang perlu di perhatikan dalam memperlajari
morfologi, khususnya dalam melakukan kajian terhadap proses morfologis
kata-kata dalam bahasa Indonesia.
1.
Hakikat Morfologi
Morfologi diartikan
sebagai salah satu cabang linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji morfem dan
kata. Belajar morfologi pada dasarnya belajar untuk mengetahui proses
terbentuknya kata secara gramatikal. Proses terbentuknya kata-kata sering
disebut dengan Morfofonologi, Morfofonemik.
Pengertian tentang
morfologi tersebut mendeskripsikan bahwa yang menjadi kajian morfologi adalah
morfem dan kata. Tujuan kajian terhadap morfem dan kata adalah terumuskannya
sistem pembentukan kata dalam suatu bahasa. Rumusaan sistem pembentukan kata
suatu bahasa bermanfaat sebagai bahan penyusunan tata bahasa dan kamus. Dengan
demikian, hasil kajian morfologi ini akan bermanfaat bagi semua kalangan,
khususnya pencinta, pelajar, peminat, peneliti suatu bahasa.
2.
Morfem
Morfem merupakan satuan
kebahasan yang mengandung arti yang terkecil. Pengertian tersebut
mendeskripsikan adanya satuan kebahasaan yang mengandung arti (satuan
gramatikal) dan satuan kebahasaan yang tidak mengandung arti (satuan fonologis).
Satuan kebahasaan yang mengandung arti adalah wacana, paragraf, kalimat, frasa,
kata, dan morfem, sedangkan satuan kebahasaan yang belum mengandung arti adalah
silabel, fonem, dan fona. Dapat
dikatakan bahwa morfem merupakan unsur langsung pembentuk kata. Morfem ber- dan pikir, misalnya berada di dalam kata berpikir.
Morfem sebenarnya
merupakan hal yang abstrak. Morfem adalah hasil abstraksi dari ahli bahasa.
Realisasi dari morfem adalah alomorf. Kebanyakan morfem memiliki alomorf yang
sama dengan bentuk morfemnya. Misalnya alomorf dan morfem juang adalah juang pada
kata berjuang, perjuangan, dan memperjuangkan. Selain itu, ada morfem
yang bentuk alomorfnya berbeda dengan bentuk morfemnya. Sebagai contoh morfem me(N)- memiliki alomorf me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan meng-. Simbol N dalam me(N)- terwujud
menjadi bunyi sengau dengan berbagai variasi.
Contoh pada morfem me- dengan berbagai alomorf:
·
me- + luas : meluas
·
mem-
+ bela : membela
·
men- + duga : menduga
·
meny-
+ sapu
: menyapu
·
meng-
+ gambar : menggambar
·
menge-
+ pel : mengepel
Masing-masing benutuk
alomorf disebut morf. Alomorf me(N) terdiri
dari enam morf (me-, mem-, men-, meny-,
meng-, dan menge-).
Morfem dapat dibedakan
menjadi morfem bebas (free morpheme) dan
morfem terikat (bound morfheme). Morfem
bebas adalah morfem yang tanpa harus bergabung dengan morfem lain dapat
langsung digunakan dalam frasa atau kalimat, sedangkan, morfem terikat adalah
morfem yang apabila tidak bergabung dengan morfem lain lebih dulu tidak dapat
digunakan dalam frasa atau kalimat.
3.
Kata
Ada tiga sudut pandang
dalam mendefinisikan kata. Pertama, secara gramatikal, kata merupakan satuan
gramatikal yang terdiri dari satu morfem atau lebih yang menjadi unsur langsung
pembentuk frasa atau kalimat. Kedua, secara bahasa lisan, kata merupakan
deretan bunyi atau fonem yang mengandung arti yang diucapkan dalam satu
kecapan. Ketiga, secara bahasa tulis, kata adalah deretan huruf yang mengandung
arti yang penulisnya dalam kalimat dibatasi spasi.
Menurut bentuknya kata
dibedakan menjadi kata asal dan kata jadian. Kata asal merupakan kata yang
menjadi asal pembentukan kata jadian, sedangkan kata jadian merupakan hasil
penggabungan dua morfem atau lebih.
4.
Proses Morfologis
Proses morfologis
adalah proses pengubahan bentuk dasar menjadi kata jadian. Ada empat komponen
yang terlibat dalam proses morfologis, yaitu masukan (input), proses (process), hasil
atau keluaran (output), dampak (outcome. Keempat komponen tersebut,
yang dibahas dalam morfologi adalah masukan, proses, dan hasil, sedangkan
komponen dampak dibahas dalam bidang sintaksis.
Secara umum dalam
berbagai bahasa, ada tujuh proses morfologis, yaitu pengimbuhan, pengulangan,
pemajmukan, modifikasi internal, suplesi, modifikasi kosong, dan pemendekan.
Proses morfologis dalam
bahasa Indonesia meliputi, pengimbuhan atau afiksasi (affixantion), pengulangan atau reduplikasi (reduplication), pemajmukan atau komposisi (composition), dan pemendekan atau abreviasi (abreviation). Adapun hasil proses morfologis adalah kata jadian
yang meliputi kata berimbuhan atau kata berafiks yang merupakan hasil
pengimbuhan, kata ulang yang merupakan hasil pengulangan, kata majmuk atau
kompositum yang merupakan hasil pemajmukan, dan kependekan yang merupakan hasil
pemendekan.
C.
PEMBAHASAN
Pembahasan
dalam buku Baryadi mendeskripsikan tentang hakikat morfologi dan hal-hal yang
berpengaruh dalam proses morfologi khususnya morfologi bahasa Indonesia. Proses
morfologi tersebut menyebabkan terbentuknya kelas kata baru yang memiliki makna
lebih identik pada terbentuknya makna baru.
Morfologi
diartikan sebagai salah satu cabang linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji
morfem dan kata (Baryadi, 2011: 1). Definisi ini menitik beratkan pada objek
kajian morfologi, yakni morfem sebagai objek terkecil dan kata sebagai objek
kajian terbesar. Kedua objek tersebut sebagai proses pembentukan kata secara
gramatikal. Sebagaimana penjelasan Verhaar (2010:97) bahwa morfologi
mengidentifikasikan satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal.
Satuan-satuan
gramatikal tersebut terbetuk melalui proses yang disebut dengan proses
morfologi. Baryadi mendefinisikan bahwa proses morfologi merupakan proses
pengubahan bentuk dasar menjadi kata jadian. Hal ini mengidentifikasi adanaya
kata baru akbat proses morfologi.
Proses
morfologis meliputi (1) afiksasi, (2) reduplikasi, (3) perubahan intern, (4)
suplisi,dan (3) modifikasi kosong (Samsuri, 190—193). Namun, di dalam bahasa
Indonesia yang bersifat aglutinasi ini tidak ditemukan data proses morfologis yang
berupa perubahan intern, suplisi, dan modifikasi kosong. Jadi, proses
morfologis dalam bahasa Indonesia hanya melalui afiksasi dan reduplikasi.
Pendapat
Samsuri tersebut dijabarkan oleh Baryadi bahwa dalam berbagai bahasa, ada tujuh proses
morfologis, yaitu pengimbuhan, pengulangan, pemajmukan, modifikasi internal,
suplesi, modifikasi kosong, dan pemendekan.
Afiksasi
menurut Samsuri (1994: 190), adalah penggabungan akar kata atau pokok dengan
afiks. Afiks ada tiga macam, yaitu awalan, sisipan, dan akhiran. Karena
letaknya yang selalu di depan bentuk dasar, sebuah afiks disebut awalan atau
prefiks. Afiks disebut sisipan (infiks) karena letaknya di dalam kata,
sedangkan akhiran (sufiks) terletak di akhir kata. Dalam bahasa Indonesia,
dengan bantuan afiks kita akan mengetahui kategori kata, diatesis aktif atau pasif,
tetapi tidak diketahui bentuk tunggal atau jamak dan waktu kini serta lampau
seperti yang terdapat dalam bahasa Inggris.
Pendapat
Chaer lebih menekankan pada proses afiksasi. Proses afiksasi adalah peroses
pembubuhan afiks pada bentuk dasar, baik dalam membentuk verba turunan, nomina
turunan, maupun katagori turunan lainnya. Pembubuhan afiks pada dasarnya sebuah
proses untuk membentuk katagori kata baru, yakni verba, nomina dan katogori
kata lainnya. Sebagai contoh kata dasar adil yang berkatagori kata keadaan menjadi kata benda keadilan.
Proses
afiksasi tersebut merupakan dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah
“pengimbuhan”. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Baryadi (2011:40)
Pengimbuhan merupakan pembentukan kata jadian dengan cara melekatakan imbuhan
pada bentuk dasar. Proses pengimbuhan itu sendiri melibatkan berbagai jenis
imbuhan dalam bahasa Indonesia yakni awalan atau prefiks, sisipan atau infiks,
akhiran atau sufiks, konfiks, gabungan imbuhan, partikel, klitik, awalan
serpaan bahasa asing , dan akhiran serapan dari bahasa asing. Hasil dari proses
pengimbuhan tersebut adalah kata berimbuhan. Misalanya, me- + tonjol :
menonjol, -em- + getar : gemetar, -kan + lupa: lupakan, per- + hati :
perhatikan, dan banyak juga yang lainnya.
Semua
pendapat tersebut memilki tujuan yang sama dalam memaparkan pengertian
afiksasi, walupun dalam buku Baryadi mengistilahkan afiksasi dengan pegimbuhan.
Istilah tersebut dalam bukunya memaparkan secara lebih terperincin tentang
afiksasi
atau pengimbuhan tersebut.
Proses
afiksasi yang terjadi dalam sebuah kata dasar menimbulkan bentuk kata-kata baru
baik jenis maupun maknanya. Baryadi memberikan definisi kata dari 3 perspektif.
Pertama, kata dilihat dari posisinya
dalam satuan gramatikal merupakan satuan gramatikal ang terdiri dari satu
morfem atau lebih yang menjadi unsur langsung pembentuk frasa atau kalimat. Kedua, dari prspektif bahasa lisan, kata
merupakan deretan bunyi atau fonem yang mengandung arti yang diucapkan dalam
satu kecapan. Tiga, dari perspektif
bahasa tulis, kata adalah deretan huruf yang mengandung arti yang penulisannya
dalam kalimat dibatasi oleh spasi.
Pandangan
Baryadi sangat rinci karena ia bisa memberikan pengertian kata secara lebih
intensif. Lebih jauh Lyon (1995: 195) mendefinisikan kata dari segi semantis
bahwa persatuan makna tertentu dengan susunan bunyi tertentu dan dapat dipakai
menurut tata bahasa dengan cara tertentu. Defenisi Lyon ini membuat perlunya kondisi agar kata secara serentak merupakan
satuan semantis, fonologis, dan gramatikal. Berbeda dengan pandangan para tata
bahasawan tradisional (Chaer, 2003: 162) kata adalah deretan huruf yang diapit
oleh dua buah spasi dan mempunyai satu arti.
Pandangan-pandanga
para linguis tentang pengertian kata di atas, telah disimpulkan oleh Baryadi
dalam bukunya dengan mendefinisikan kata dari tiga perspektif. Hal ini
memberikan satu simpulan bahwa buku tersebut sangat layak digunakan terutama
bagi para pemula dalam mempelejari berbagai aspek dalam mengkaji linguistik.
Dengan demikian kata merupakan satuan gramtikal terkecil dari sebuah kalimat
yang mengisi struktur yang membangun kalimat efektif yakni yang mengisi
katagori sintaksis baik sebagai sabjek, predikat, objek, maupun keterangan.
D.
SIMPULAN
Sebuah
karya kreatif dari seseorang merupakan hal yang harus dihargai diantara kita.
Karya tersebut dapat berbentuk buku seperti halnya yang penulis analisis dari
karya Baryadi seorang linguis yang memiliki pengetahuan yang sangat luas dalam
bidang linguistik. Tentunya setiap tulisan atau karya pasti memiliki berbagai
kekeliruan dan kelebihan dari berbagai aspek. Hal inilah yang harus dicermati
secara kritis dalam membaca dan memahami karya-karya tersebut.
Hasil
analisis penulis terhadap buku karya Baryadi ini adalah Baryadi dalam bukunya
sangat rinci dan menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh pembaca dalam
menjelaskan berbagai hakikat dari aspek-aspek linguistik. Hal ini terlihat dari
berbagai pandangan para linguis lain tentang aspek-aspek linguistik yang selalu
memberikan makna yang abstrak. Baryadi mampu menjelaskan keabstrakan penjelasan
para linguis lain dengan bahasa yang sangat sederhana dan lugas.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Chaer. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
I. Praptomo Baryadi. 2011. Morfologi dalam Bahasa Indonesi. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Lyon, Jhon. 1995. Pengantar Teori Linguistik. Diterjemahkan oleh I. Soetikno.
Jakarta: Gramedia.
Samsuri.
1994. Analisis Morfologi. Malang:
Verhaar. 2010. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar